Pages

Berita Terkini
Hack Facebook

Sabtu, 13 November 2010

Demam Tifoid Tempati Urutan 15 Penyebab Kematian


DEMAM tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri patogen Salmonella Enterica khususnya serotipe Typhi (S. typhi). S. typhi adalah bakteri patogen yang telah beradaptasi dengan baik dengan manusia sekira 50.000 tahun lalu melalui mekanisme bertahan dalam inang (host) yang luar biasa.

Pada akhir abad ke-19 dan awal abad 20, tifoid berstatus endemik di kebanyakan negara di Eropa dan Amerika Utara. Endemik ini terjadi akibat urbanisasi besar-besaran pada revolusi industri dan buruknya perencanaan sistem air bersih.

Saat ini, demam tifoid masih berstatus endemik di banyak wilayah di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan, dimana sanitasi air dan pengolahan limbah kotoran tidak memadai. Sementara, kasus tifoid yang ditemukan di negara maju biasanya akibat terinfeksi saat melakukan perjalanan ke negara-negara dengan endemik tifoid.

“Demam tifoid bisa menjadi sangat parah, terdapat 33 juta kasus dengan kematian sebesar 15 juta per tahun. Indonesia melaporkan angka prevalensinya berkisar 1,6 persen dan menempati urutan 15 besar penyebab kematian,” papar Ketua Perdalin, Prof Dr. Djoko Widodo, DTM&H, SpPD-KPTI usai menandatangani perjanjian kerjasama antara Bayer dan Perhimpunan Pengendalian Infeksi (Perdalin) di Hotel Intercontinental Jakarta MidPlaza, Jakarta, baru-baru ini.

Demam tifoid merupakan masalah serius dalam kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Diperkirakan pada 2000, terjadi 22 juta kasus demam tifoid dan kematian yang disebabkan infeksi ini lebih 200 ribu orang secara global. Hingga abad ke-20, penyakit ini telah menyebar ke seluruh dunia.

“Tifoid biasanya ditularkan melalui konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi dan faktor-faktor risiko tertentu, di antaranya minum dari sumber air yang tercemar, berbagi makanan, mengonsumsi buah-buahan yang terkontaminasi, cuci tangan tidak menggunakan sabun,” jelas Dr. Djoko.

Lebih lanjut, Dr. Djoko yang menjabat staf Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ini menjelaskan mengenai proses penularan tifoid. Dituturkannya, setelah bakteri S. typhi memasuki tubuh tidak terlihat ada gejala apapun selama 7-14 hari pada umumnya, meski dapat pula berkisar antara 3-60 hari.

Pasien umumnya datang ke rumah sakit dengan keluhan-keluhan seperti demam, gejala flu, sakit kepala berat, lemas, anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, batuk kering, dan nyeri otot.

“Secara bertahap, suhu tubuh akan terus naik dan menetap pada suhu tinggi pada minggu kedua, dan bahkan hingga minggu keempat jika tidak diobati. Kemudian, suhu akan kembali normal, meskipun rasa lemas dan letih akan terus dirasakan hingga beberapa minggu setelahnya. Hingga 10 persen sampai 15 persen pasien yang tidak mendapatkan pengobatan mengalami berbagai komplikasi, seperti perdarahan dan perforasi pada usus halus, serta beberapa kondisi gangguan syaraf,” imbuh dokter berkacamata tersebut.

Dr Djoko juga menjelaskan, bahwa perdarahan terjadi pada kondisi infeksi yang parah, dan ditandai dengan turunnya suhu tubuh secara drastis dan kemudian naik lagi pada awal terjadinya peritonitis, yaitu sebuah kondisi berbahaya dimana peradangan terjadi pada peritoneum (selaput tipis yang melindungi dinding rongga perut).

Perforasi usus halus terjadi pada 1 sampai 3 persen pasien yang dirawat di rumah sakit dengan tingkat kematian 40 persen. Komplikasi ini biasanya memengaruhi ileum terminalis dan harus segera dioperasi.

“Kekambuhan terjadi pada 5-10 persen kasus, umumnya dalam waktu sebulan setelah demam dinyatakan sembuh. Gejala umumnya lebih ringan daripada infeksi sebelumnya dan pada kasus dimana proses klasifikasi molekuler S. typhi telah dilakukan, terlihat bahwa kekambuhan pada umumnya disebabkan oleh jenis isolat yang sama dengan infeksi sebelumnya. Infeksi berulang dengan jenis isolat berbeda juga dapat terjadi,” tutup dokter yang menjabat sebagai Ketua Dewan Guru Besar FKUI tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar